SEJARAH PERANG BADAR
Perang Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 H dan bertempat di perigi bernama Badar yang ada di antara Mekah dan Madinah. Ketika kafilah perdagangan kafir Quraisy yang di pimpin oleh Abu Sufyan bin Harb melintasi ujung batas negeri Madinah, Rasululloh saw. menyuruh mencegatnya Karena harta yang di bawa oleh mereka sebagian besar harta rampasan dari kaum muslimin ketika mereka akan berhijrah ke Madinah.
Pasukan umat Islam berjumlah 313 orang yang terdiri dari 210 orang muslim Anshar dan selebihnya dari kaum Muslim Muhajirin. Bendera perang di serahkan kepada Mush’ab bin Umair, seorang pemuda yang baru saja masuk Islam, tapi keimanannya sudah sangat kuat, sehingga Rasululloh memberinya kepercayaan untuk memegang bendera perang. Mendengar Rasululloh telah menyiagakan pasukan, Abu Sufyan segera mengutus Kurir ke Mekah untuk memberi tahu Abu Jahal dan para pembesar Quraisy lainnya. Maka Abu Jahal menghimpun pasukan dengan kekuatan 1000 orang untuk melindungi kafilah perdagangan mereka dari serbuan pasukan Islam.
Rasululloh membentuk regu pengintai untuk meyelidiki jalur yang ditempuh kafilah dagang Quraisy. Pasukan kafir Quraisy yang mengawal kafilah mereka telah menuju desa Badar. Hal itu segera di laporkan kepada Rasululloh. Maka Rasululloh segera mengadakan musyawarah dengan para sahabat dan di sepakati bahwa pasukan muslim harus segra di berangkatkan menuju desa Badar untuk menyongsong kedatangan pasukan kafir Quraisy.
Pasukan Islam berkemah dekat sumber air di desa Badar, sehingga dapat dengan mudah mengahadang pasukan kafir Quraisy dan mencegah mereka untuk menambil perbekalan air bagi pasukannya. Tidak lama kemudian pasukan kafir Quraisy tiba di tempat yang sama dengan segala perlengkapannya. Maka perang pun tak dapat di hindari.
Sebelum perang missal terjadi, terlebih dahulu pasukan Quraisy menantang perang tanding satu lawa satu. Dengan semangat jihad yang tinggi, pasukan Islam segera meminta izin kepada Rasulullah untuk menerima tantangan pasukan kafir. Rasul mengizinkan dan mengutus tiga orang perwiranya yang gagah perkasa, pemberani, dan angat kuat imannya, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaid bin Haritsah. Sedangkan dari pihak kafir Quraisy mengutus perwiranya, yaitu Utba bin Rabia, Syaiba, saudaranya Utba, dan Walid bin Utba (anaknya).
Perang tanding pun dimulai. Hanya dalam hitungan detik, Hamzah bin Abdul Muthalib dapat menebas leher Syaiba hingga tewas. Begitu juga Ali bin Abi Thalib dapat membunuh Walid bin Utbah dengan sekejap. Ubaidillah bin Haritsah nampak saling melukai dengan Utba. Ketika Ubaidillah terdesak, Hamzah bin Abdul Muthalib segera membatu Ubaidillah menebaskan pedangnya ke leher Utba hingga tewas.
Menyaksikan perwiranya terbunuh, Abu Sufyan segera menyerukan komandonya untuk menyerang kaum muslimin. Sedangkan di pihak muslim, Rasululloh masih tampak khawatir melihat pasukan musuh yang begitu besar jumlahnya. Namun Allah SWT tidak akan membiarkan utusannya dalam kecemasan, maka segeralah turun wahyu untuk meyakinkan hati Nabi Muhammad.
“Wahai Nabi (Muhammad) Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan du ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, karena orng-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal: 65)
Setelah mendapat wahyu tersebut, Nabi Muhammad segara mengobarkan semangat jihad kepada pasukan Islam yang telah siaga menunggu perintah dari beliau. Tidak ada sedikit pun perasaan takut dan bimbang dalam hati pasukan muslim, sebaliknya jiwa mereka dipenuh dengan semangat jihad membela agama Allah dan Rasul-Nya.
Mendengar komando Rasululloh saw. pasukan Islam segera berhamburan ke medan perang dengan gagah perkasa. Puluhan musuh terbunuh oleh sabetan pedang Hamzah bin Abdul Muthalib, puluhan lainnya tewas di tangan Ali bin Abi Thalib. Sa’ad bin Abi Waqas sahabat senior, ahli pembidik panah mendengar seruan Nabi: “Bidikkan anak panahmu hai Sa’ad. Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu.” Sa’ad teringan do’a Nabi kepadanya pada saat baru masuk Islam: “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkan do’anya”. Maka menggeloralah semangat juang Sa’ad seketika, hampir tidak ada anak panah yang di lepasanya tanpa menewaskan musuh yang menjadi sasarannya.
Nabi sendiri tidak hanya mengomando. Beliau juga menyongsong musuh sambil menaburkan debu ke arah musuh seraya berkata: “Hitamlah wajahmu!” Pasukan Islam terus berjuang dengan penuh semangat untuk membela dan mempertahankan agama Islam. Rasululloh saw. juga terus menyemangati pasukannya dengan berulang-ulang membacakan ayat Al-Qur’an berikut.
“Kelak akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka pukullah di atas leher mereka dan pukullah tiap-tiap ujung jari mereka” (QS. Al-Anfal: 12)
Pasukan kafir menderita kekalahan yang cukup parah dan jumlah korbannya yang terbunuh cukup banyak termasuk Abu Jahal. Dari pihak muslim, 15 orang gugur sebagai syahid dan beberaoa orang luka.
SEJARAH PERANG HUNAIN
Perang Hunain terjadi pada bulan Syawal tahun kedelapan Hijriah, tidak lama setelah Makkah berhasil dibuka oleh kaum Muslim. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslim menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah saw. masih bercokol di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah menolak ajakan Rasulullah saw. (dalam thalab an-nushrah) ketika beliau masih berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi saw. dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang diperoleh Rasulullah saw. dan kaum Muslim tampaknya tidak menyenangkan para pemuka kabilah yang berada di sekitar Makkah, yang masih musyrik. Kekhawatarian mereka terhadap pertumbuhan kekuatan kaum Muslim bukan lagi sekadar ilusi, melainkan kenyataan yang harus mereka hadapi. Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik bin Auf an-Nashri, behasil memprovokasi beberapa kabilah lainnya, dan bersiap-siap menghadapi pasukan kaum Muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang sangat besar di daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif). Dalam kesempatan itu ia menyertakan juga anak-anak, kaum wanita, bahkan seluruh harta kekayaan mereka. Hal itu dilakukannya guna mencegah anggota-anggota kabilah melarikan diri dari peperangan, sekaligus untuk menyemangati mereka, karena harta kekayaannya, anak-anak, dan kaum wanitanya terdapat di tengah-tengah mereka. Selain kabilah Hawazin yang bergabung dengan Malik bin Auf, juga turut serta seluruh penduduk Tsaqif. Begitu pula seluruh penduduk kabilah Nashr, kabilah Jusyam, Saad bin Bakr, dan beberapa orang dari Bani Hilal. Malik bin Auf an-Nashri berkata kepada pasukannya, “Apabila kalian melihat mereka, patahkan sarung pedang kalian, lalu bersatu padulah kalian bagaikan satu tubuh.” Rasulullah saw. sendiri berangkat bersama 2.000 warga kota Makkah dan 10.000 sahabat yang turut serta bersama beliau di dalam penaklukkan Makkah. Keberangkatannya terjadi pada tanggal 6 Syawal. Jumlah total kaum Muslim yang terlibat di dalam perang kali ini mencapai 12.000 orang. Rasulullah saw. menunjuk Attab bin Usaid bin Abu al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams sebagai pemimpin yang mengontrol penduduk Makkah, yang tidak bisa turut serta berperang bersama beliau. Jabir bin Abdullah berkata: Tatkala kami berjalan ke Hunain, kami menuruni salah satu lembah Tihamah yang amat luas. Kami semestinya turun secara perlahan-lahan, namun kami melakukannya dengan tergesa-gesa. Hal itu terjadi di tengah malam yang amat gelap. Di sisi lain, ternyata orang-orang dari kabilah Hawazin telah mendahului kami tiba di lembah itu. Mereka bersembunyi dari penglihatan kami di salah satu tempat tersembunyi dari penglihatan kami. Mereka telah siap sedia dan bertekad bulat untuk menyergap pasukan kaum Muslim. Demi Allah, tidak ada yang menakutkan kami saat kami turun melainkan rombongan pasukan mereka yang menyergap kami dengan kompak, ibarat serangan satu orang. Kami pun berlarian tercerai-berai, dalam kondisi tidak seorang pun yang menoleh kepada yang lainnya. Di tengah kepanikan tersebut Rasulullah saw. berseru, “Hai manusia, kembalilah, aku ini Rasulullah. Aku Muhammad bin Abdullah.” Seruan beliau tidak didengar, sementara itu unta maupun manusia saling berlarian berpencar, hanya tertinggal beberapa orang dari kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan Ahlul Bait yang tetap bertahan bersama-sama Rasulullah saw. Di antara para sahabat yang tetap bertahan bersama-sama beliau dari kaum Muhajirin adalah Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab; dari Ahlul Bait adalah Ali bin Abu Thalib, Abbas bin Abu Thalib, Abu Sufyan bin al-Harits bersama anaknya al-Fadhl bin Abbas, Rabiah bin al-Harits, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin Ummu Aiman bin Ubaid yang saat itu gugur sebagai syahid. Titik Balik Peperangan Menyaksikan kekalahan itu, beberapa orang Makkah yang masih menaruh dendam di dalam hatinya bereaksi. Abu Sufyan bin Harb berkata, “Kekalahan mereka tidak akan berakhir sekalipun hingga di lautan.” Jabalah bin al-Hanbal juga berkata, “Ketahuilah, sihir telah dikalahkan pada hari ini.” Meski sebagian besar pasukannya berlarian tercerai-berai, Rasulullah saw. tetap tak beranjak dari tempat berdirinya. Beliau bersabda, “Hai Abbas, berteriaklah. Hai seluruh orang-orang Anshar, wahai seluruh orang-orang pemilik samurah.” Mereka lalu menjawab bersahutan, “Ya, kami menyambut panggilanmu.” Tidak lama kemudian, pasukan mampu dikonsolidasikan kembali. Tekanan peperangan berbalik menyudutkan pasukan musuh. Allah Swt. mengalahkan orang-orang musyrik dalam Perang Hunain dan memberikan kemenangan kepada Rasulullah saw. Tatkala orang-orang dari kabilah Hawazin kalah, korban dari pihak Tsaqif (Bani Malik) amat banyak; 70 orang dari mereka tewas di bawah bendera perang mereka, termasuk di dalamnya Utsman bin Abdullah bin Rabiah bin al-Harits bin Habib. Orang-orang musyrik yang kalah dalam Perang Hunain melarikan diri ke Thaif bersama Malik bin Auf an-Nashri. Sebagian dari mereka memang bermarkas di lembah Authas, lainnya pergi ke Nakhla. Yang pergi ke Nakhla adalah Bani Ghiyarah dari Tsaqif. Pasukan berkuda Rasulullah saw. mengejar orang-orang yang mengarah ke daerah ats-Tsunaya. Rasulullah saw. juga memerintahkan Abu Amir al-Asy‘ari untuk mengejar kaum musyrik yang melarikan diri ke lembah Authas. Di sana mereka menjumpai pasukan musyrik sehingga pertempuran berlanjut di lembah itu. Di dalam pertempuran tersebut, Abu Amir al-Asy‘ari gugur sebagai syahid. Bendera perang lalu diambil-alih oleh Abu Musa al-Asy‘ari, yang tidak lain adalah anak paman dari Abu Amir al-Asy‘ari. Abu Musa al-Asy‘ari melanjutkan peperangan melawan orang-orang musyrik itu hingga Allah memberikan kepadanya kemenangan. Seluruh harta rampasan Perang Hunain, termasuk tawanan (sabiy) kaum wanita dan anak-anak, diperintahkan oleh Rasulullah saw. agar dijaga oleh Mas‘ud bin Amr al-Ghifari. Rasulullah saw. memerintahkan para tawanan dan harta rampasan di bawa ke al-Ji’ranah untuk disimpan di sana, lalu dibagi-bagikan.
SEJARAH PERANG KHANDAK
Perang Khandaq ini terjadi karena hasutan kaum Yahudi. Sekelompok orang Yahudi Bani Nadhir disertai beberapa orang dari kabilah Arab Bani Wail pergi ke Makkah menemui orang-orang musyrikin Quraisy. Mereka menghasut pemimpin-pemimpin Quraisy supaya memerangi Rasulullah saw di Madinah. Setelah menghasut kaum musyrikin Quraisy, mereka lalu mendatangi kabilah Gathafan. Selain itu, mereka juga giat mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah dengan maksud yang sama.
Kaum musyrikin Quraisy dan Yahudi menyepakati pasukan yang akan dikirim ke Madinah sebanyak 10 ribu orang dengan perincian 4.000 orang tentara Quraisy, 6.000 orang kabilah Gathafan, sedangkan kaum yahudi akan menyerahkan hasil perkebunan kurma di Khaibar selama satu tahun pada kabilah Gathafan. Pihak musyrikin ini dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh Quraisy yang terkenal paling gigih memusuhi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Mengetahui jumlah pasukan musyrikin yang besar itu, muncul perasaan khawatir dalam diri umat Islam. Rasulullah saw selaku panglima tertinggi mengadakan musyawarah dengan pasukannya dan mengatur strategi yang tepat dalam menghadapi pasukan Quraisy tersebut.
Dalam musyawarah Salman Al Farisy berpendapat supaya menghadang tentara kafir dengan cara membuat parit yang besar disekeliling Kota Madinah yang terbuka.
Cara pertahanan sedemikian itu merupakan cara yang biasa dipakai oleh bangsa Parsi . Beliau berkata: ”Wahai Rasulullah.. dahulu ketika kami di Parsi jika takut akan serbuan tentera kuda maka kami akan menggali parit disekitar kami."
Walaupun ide tersebut dikeluarkan oleh orang bawahan, Rasulullah saw sebagai ketua tidak ada masalah untuk menerimanya. Atas kerjasama semua, rancangan tersebut direalisasikan.
Dalam pembuatan parit ini, Rasulullah saw juga turut serta. Bahkan, setiap 10 orang kaum Muslimin harus bisa menyelesaikan penggalian parit sepanjang 40 meter. Menurut Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Athlas Hadits, dalam penggalian itu, kaum Muslimin berhasil menggali parit sepanjang 5.544 meter dengan lebar 4,62 meter dan kedalaman parit mencapai 3,234 meter. Penggalian itu membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Sementara itu, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, lama penggalian itu memakan waktu sekitar 6 hari.
Waktu itu Kota Madinah sedang mengalami musim yang sangat dingin. Sedangkan kaum Muslimin banyak yang tidak mempunyai makanan yang secukupnya. Bahkan adakalanya sehungga tidak mempunyai apa-apa makanan. Kata Abu Thalhah : " Kami pernah mengeluh kepada Rasulullah saw tentang rasa lapar yang kami deritai. Dan kami selalu mengikat perut kami dengan batu. Manakala Rasulullah saw pula mengikat perut baginda dengan dua batu. Kata Anas: "Waktu itu ketika Rasulullah saw keluar beliau saksikan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersama-sama menggali parit disuatu pagi yang amat dingin sekali sedangkan keadaan mereka amat lapar.
Syauqi menjelaskan, parit yang digali itu memanjang dari utara hingga selatan Madinah. Namun, saat ini, parit yang terletak di bagian selatan Madinah sudah hilang dan di dekatnya kini dibangun Masjid Fatah. Setelah beberapa hari menyelesaikan penggalian parit, datanglah tentara Quraisy yang berjumlah sekitar 10 ribu orang dari Makkah.
Umat Islam pun siap siaga menjaga Madinah. Rasulullah saw lalu membawa pasukannya sampai ke Gunung Silih (Saia) dan menjadikan tempat tersebut sebagai benteng pertahanan.
Namun, pasukan Quraisy tak menyadari akan menghadapi pertahanan kaum Muslimin dengan mengandalkan parit ini.
Mereka pun tak mampu melewati parit. Maka, saat kedua pasukan saling berhadap-hadapan, mereka tidak bisa melakukan peperangan sebagaimana biasa, yakni bertempur secara terbuka. Tentera Abu Sofyan yang tiba di Madinah amat kecewa karena mereka tidak mampu untuk menyeberangi parit, Strategi Khandaq (parit) yang di bina oleh Rasulullah saw ialah salah satu strategi perang yang baru di tanah Arab. Walau bagaimana pun, Tentara Abu Sofyan terus berkubu sekitar Madinah
Dengan adanya parit ini, kedua pasukan hanya bisa saling memanah. Dengan peperangan model ini, dari kubu kaum Muslimin menjadi syuhada sebanyak enam orang, sedangkan dari pasukan Quraisy sebanyak 12 orang. Dalam peristiwa ini, sempat terjadi duel satu lawan satu antara Ali bin Abi Thalib dengan Amr bin Abdu Wudd dan Ali berhasil membunuhnya.
Melalui Gunung Sila (Sal'a) ini Rasulullah saw dapat mengawal pergerakkan tentera Muslim dan juga mengawasi pergerakkan Musuh. Di Gunung Sila (Sal'a) ini Rasulullah saw bermunajat selama 3 hari dan turunnya kemudian surah Al-Ahzab. Dan kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran ini atas diterimanya munajat Rasulullah saw dan Allah SWT memberikan kemenangan dengan sendirinya yaitu mengirimkan tentara Malaikat dan angin kencang yang memporak-porandakan orang kafir sampai lari terbirit-birit. (QS Al-Ahzab [33] 9).
Wahai orang-orang yang beriman, kenangkanlah nikmat Allah yang dilimpahkanNya kepada kamu. Semasa kamu didatangi tentera (Al-Ahzaab), lalu Kami hantarkan kepada mereka angin ribut (yang kencang) serta angkatan tentera (dari malaikat) yang kamu tidak dapat melihatnya. Dan (ingatlah) Allah SWT sentiasa melihat apa yang kamu lakukan.
Ditambahkan Junaidi Halim dalam Makkah-Madinah dan Sekitarnya, masjid-masjid lainnya merupakan tempat pertahanan para sahabat Rasulullah saw ketika perang parit berlangsung. Untuk mengenang jasa mereka, dibangunlah masjid-masjid tersebut sebagai monumen penting dan diberi nama sesuai lokasi dan nama sahabat yang menempati tempat pertahanan tersebut.
Namun, karena kepentingan perluasan kawasan kota oleh Pemerintah Arab Saudi, beberapa lokasi masjid terkena gusur sehingga yang tersisa hanya lima buah dan dinamakan pula dengan Masjid Khamsah (Masjid Lima). Masjid yang tergusur adalah Masjid Abu Bakar dan Masjid Utsman. Wallahu Alam.
SEJARAH PERANG THABUK
Sejarah Perang Tabuk menjadi sejarah peperangan terakhir yang diikuti oleh Rasulullah SAW. Rasulullah memimpin langsung perang yang terjadi pada 630 M atau 9 H antara tentara Muslim dan pasukan Bizantium (Romawi Timur). Memang, tidak ada pertempuran yang terjadi kerena diadakan perundingan diantara keduanya. Namun pada perang ini lah umat Islam diuji, apakah mereka mau bersatu untuk berperang membela agama Allah, atau malah menikmati kekayaan yang saat itu sedang mereka rasakan.
Pasukan Binzantium awalnya percaya diri dengan 100 ribu pasukan lebih. Hal ini membuat Rasulullah SAW menurunkan 30 ribu pasukan. Jumlah ini menjadi jumlah pasukan terbanyak yang dilalui Nabi sepanjang perang.
Para sahabat lalu menyumbangkan hartanya untuk perang kali ini. Utsman Bin Affan menyedekahkan 900 Unta, 100 kuda dan 1000 Dinar. Abdurahman bin Auf yang menyumbang 200 uqiyah perak, yang satu uqiyah sama dengan 40 dirham, tak lupa Umar Bin Khattab yang menyumbang setengah hartanya, juga Abu Bakar yang seluruh hartanya untuk peperangan ini.
Ternyata ada saja kaum munafik yang saat itu memilih untuk tetep tinggal di Madinah yang saat itu sedang menikamati panen raya. Akhirnya yang tinggal adalah kaum munafik, orang-orang udzur, wanita, anak-anak dan sebagian kecil sahabat yang tak mendapatkan tunggangan padahal mereka sangat ingin berperang. Tiga sahabat Rasulullah juga memilih untuk tinggal menikmati kenikmatan dunia ketimbang ikut berperang. Salah satunya adalah Ka’ab Bin Malik.
Perjalanan untuk menempuh perang pun dimulai. Rasulullah SAW dan pasukan kemudian meninggalkan Madinah menuju Tabuk yang wilayahnya berjarak 800 km dari Madinah. Perjalanan ini memakan waktu hingga 20 hari. Medan yang mereka lakoni juga sangat sulit. Selain keterbatasan bahan makanan, kaum muslimin juga harus menghadapi panasnya gurun pasir yang diatas rata-rata. Perang ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.
Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW tidak menemukan satu pun kaum musrikin. Romawi dan sekutunya merasa takut dan kuatir setelah mendengar Rasulullah SAW menggalang pasukan. Mereka berpencar ke batas-batas wilayahnya.
Rasulullah SAW menghabiskan 10 hari Tabuk. Namun Ia tidak tinggal diam begitu saja, ekspedisi ini dimanfaatkan Nabi Muhammad SAW untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di sekitar Tabuk dan menyebarkan ajaran Islam.
Rasulullah SAW didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah kepada beliau. Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka yang kemudian mereka pegang. Akhirnya peperangan pun tidak jadi terjadi. Setelah 30 hari meninggalkan Madinah, akhirnya umat Islam kembali tanpa terjadi peperangan.
SEJARAH PERANG UHUD
Sejarah Perang Uhud merupakan kisah peperangan yang dilalui Rasulullah SAW namun berakhir dengan kekalahan. Pada perang ini, umat Islam yang awalnya mendapatkan kemenangan harus menderita kekalahan karena silau oleh harta yang ditinggalkan lawannya. Mereka tidak mendengarkan nasihat Rasulullah untuk menjaga posisi dan memilih untuk mengambil harta sisa kaum kafir yang kalah. Mendengar itu, kaum kafir lalu menyerang umat Islam yang tengah lengah karena harta, dan kaum muslimin akhirnya menderita kekalahan.
Perang ini terjadi merupakan ajang balas dendam yang dilakukan oleh kaum Quraisy karena menderita kekalahan atas kaum Muslim saat perang Badar. Kala itu, tentara Quraisy yang berjumlah 1000 orang harus menyerah kalah dengan pasukan Islam yang hanya berjumlah 300 orang. Sejumlah nama besar tewas dalam peperangan tersebut.
Hal ini membuat merek yang tersisa kahirnya murka dan menyusun strategi balas dendam. Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb inilah yang menjadi penghasut kaum quraisy.
Langkah yang mereka lakukan adalah dengan menghasut kaum Mekkah untuk tidak mengingat korban tewas dalam perang Badar. Mereka juga meminta kaum Quraisy untuk menunda pembayaran tebusan kepada kaum muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Kaum ini juga menggalang dana untuk modal sebagai aksi balas dendam. Ternyata langkah mereka ini berhasil, mereka berhasil mengumpulkan 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Mereka sukses menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang Badar yakni sekitar 3000 pasukan.
Rasulullah SAW yang mendengar kabar tersebut lalu bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer. Rasulullah SAW dan sahabat memilih untuk untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Rasulullah SAW membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon : Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam
Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat. Peperangan pun terjadi pada para pemangku panji perang. Setelah beberapa orang yang tewas, akhirnya perang pun berkobar. Perang berkecamuk merata di setiap titik bak kobaran api menjalar membakar rerumputan kering, jagoan-jagoan Islam benar-benar menampakkan kehebatan dan kepiawaian mereka dalam putaran perang kali ini, militansi pasukan Islam merupakan buah dari kekuatan iman yang merasuk dan terpatri kuat dalam hati mereka, seakan-akan iman telah memenuhi setiap pembuluh darah mereka, kecilnya jumlah tak menciutkan nyali para pejuang demi tegaknya agama Allah. Barisan musuh semakin kacau-balau. Tak pelak, mereka lari centang-perenang meninggalkan medan laga, dan lalai dengan ambisi buruk yang selama ini mereka impikan.
Kaum muslimin unggul dan menguasai medan laga. Namun disinilah mulainya malapetaka. Pasukan Quraisy yang lari meninggalkan harta benda yang melimpah. Kaum muslimin malah sibuk mengumpulkan harta rampasan perang yang tercecer. Mulailah kecintaan terhadap dunia menghinggapi hati sebagian besar pasukan pemanah. Mereka khawatir akan tidak mendapat bagian rampasan perang. Mereka meninggalkan bukit strategis itu dan lalai terhadap wasiat Rasulullah.
Kini pertahanan inti kaum muslimin dalam kondisi rawan. Kholid bin Al-Walid, salah satu komandan pasukan berkuda Quraisy, tak membiarkan kesempatan emas itu lewat begitu saja. Ia memutar haluan arah pasukan kuda Quraisy dan dengan segala ambisi merebut posisi paling strategis, yaitu bukit para pemanah. Musuh menyergap dan mengepung sisa pasukan pemanah. Para pemanah tak kuasa menghalau serangan mendadak itu. Pertahanan kaum muslimin semakin rapuh. Kondisi berubah seketika.
Saat itu, Rasulullah di kabarkan telah meninggal dan membuat kaum muslimin yang berperang semankin mengendur. Jiwa pasukan Islam lemah tak tahu kemana mereka akan melangkah. Sebagian mereka terduduk tak tahu apa yang ditunggu, bahkan sebagian mereka berpikir untuk menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul –salah satu tokoh munafiqin– guna meminta perlindungan keamanan dari Abu Sufyan (yang ketika itu belum masuk Islam).
Jagoan Quraisy menjadikan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai target operasi utama. Rasulullah saat itu hanya didampingi sembilan orang shahabat sedangkan pasukan muslimin yang lain tercerai-berai. Namun, kaum musyrikin lebih dahulu mendengarnya, secepat kilat mencari sumber suara, dan disitulah mereka mendapatkan manusia mulia yang selama ini mereka berambisi besar untuk membunuhnya.
Sebanyak tujuh orang gugur dari sembilan orang shahabat yang melindungi Rasulullah. Adapun dua orang yang tersisa adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhuma. Saat itu musuh sangat leluasa menyerang Rasulullah.
Utbah bin Abi Waqqash melukai bibir beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam dengan lemparan batu. Abdullah bin Shihab Az-Zuhry menciderai pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Qim’ah menyabetkan pedangnya pada pundak beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyebabkan rasa sakit lebih dari sebulan, namun sabetan tersebut tidak berhasil menembus baju besi sang nabi Allah. Abdullah menyabetkan kembali pedangnya tepat di pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam.
Rantai yang pecah itu membuat pedang dengan luluasa menembus pipi Rasulullah hingga gigi seri beliau pecah. Sontak saja wajah Nabi Allah ini berlumuran darah. Dua sahabat yang masih tersisa itulah yang melindungi Rasulullah sampai putus beberapa jari-jemari. Pada pertempuran ini tentara Muslim banyak yang menjadi korban sehingga mayoritas ahli sejarah menyatakan bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan dalam pertempuran Uhud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar